Tahap-Tahap Pengembangan Silabus #

1.    Pengertian, Prinsip, dan Tahap-Tahap Pengembangan Silabus

A.    Pengertian Silabus

   
Silabus didefinisikan sebagai “garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987:98). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Dengan demikian, silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.

Selain itu, silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan saran atau kritik hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran
   
Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, sepeti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan pembelajaran secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaan secara induvidual. Bahkan, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, sebagaimana yang dianut oleh KTSP, sistem penilaian selalu mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok/pembelajaran yang teradat dalam silabus.

B.    Landasan Pengembangan Silabus

Landasan pengembangan silabus adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 Ayat (2) dan Pasal 20 yang berbunyi: sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
   
Sedangkan pasal 20 berbunyi: perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Adapun yang mengembangkan atau menyusun silabus adalah:

1.Guru kelas/mata pelajaran.
2.Kelompok guru kelas/mata pelajaran.
3.Kelompok kerja guru (PKG/MGMP), dan
4.Dinas pendidikan.
   
Dalam penyusunan silabus dilaksanakan bersama-sama oleh guru kelas/mata pelajaran, kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau kelompok kerja guru (PKG/MGMP) pada tingkat satuan pendidikan untuk satu sekolah atau kelompok sekolah dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing sekolah.

C.Prinsip Pengembangan Silabus
   
Ada beberapa prinsip yang mendasari pengembangan silabus antara lain: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.


a.Ilmiah
   
Untuk mencapai kebenaran ilmiah dalam penyusunan silabus selayaknya dilibatkan     para pakar di bidang keilmuan masing-masing mata pelajaran. Hal tersebut bertujuan, agar materi pelajaran yang disajikan dalam silabus sahih (valid).

b.Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus harus sesuai atau ada keterkaitan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

c.Sistematis
   
Sistematis adalah komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

d.Konsisten
   
Sebuah silabus harus konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

e.Memadai
   
Silabus harus mencakup indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

f.Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

g.Fleksibel
   
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

h.Menyeluruh
   
Komponen silabus juga harus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

D.Langkah-Langkah Teknis Pengembangan Silabus
   
Secara teknis, langkah-langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:

1.Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar.
   
Dalam mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana yang tercantum pada standar isi harus memperhatikan hal-hal berikut:

a.Urutan berdasarkan hirarki konsep disiplin ilmu dan atau tingkat     kesulitan materi.
b.Keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata     pelajaran.
c.Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.

2.Mengidentifikasi materi pokok
   
Untuk mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a.Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual    peserta didik.
b.Manfaat bagi peserta didik.
c.Struktur keilmuan.
d.Kedalaman dan keluasan materi.
e.Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
f.Alokasi waktu.

3.Mengembangankan pengalaman belajar.
   
Pengalaman belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

4.Merumuskan indikator keberhasilan belajar.
   
Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan dan/atau respons yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Selain itu, indikator juga digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5.Penentuan jenis penilaian.
   
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indicator yang dapat dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

6.Menentukan alokasi waktu.
   
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.

7.Menentukan sumber belajar.
   
Sumber belajar adalah rujukan, objek atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran seperti media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Dalam penentuan sumber belajar harus didasarkan pada standar kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

E.Pengalokasian Unit Waktu dalam Silabus
   

Pengalokasian waktu dalam silabus mengikuti cara-cara sebagai berikut:
a.Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang       disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di     tingkat satuan pendidikan.
b.Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus     sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata   pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.   Khusus untuk SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan   kompetensi.

F.Pengembangan Silabus Lanjutan
   
Dalam rangka pemantapan lebih lanjut, silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dan terus-menerus dengan memperhatikan saran dan kritik dari hasil evaluasi hasil belajar, hasil evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan hasil evaluasi rencana pembelajaran. Karena itu, tahapan pengembangan silabus diawali dari perenanaan, pelaksanaan, perbaikan, pemantapan, dan terakhir pelaksanaan penilaian.

G.Komponen Silabus
   
Ada sembilan kompenen dalam pengembangan silabus yaitu komponen:
(1)    Identifikasi
(2)    Standar Kompetensi
(3)    Kompetensi Dasar
(4)    Materi Pokok
(5)    Pengalaman Belajar
(6)    Indikator
(7)    Penilaian
(8)    Alokasi Waktu
(9)    Sumber/Bahan/Alat

H.Format Silabus
   
Berdasarkan komponen tersebut, hasil pengembangan silabus dapat dikemas ke dalam tiga jenis format yaitu:

Silabus Format 1

Nama sekolah     : ...........................................
Mata pelajaran   : ...........................................
Kelas/semester   : ...........................................
Standar kompetensi: ...........................................
...................................................................................... ...................................................................................... ...........................................
Kompetensi Dasar / Materi pokok / Pengalaman Belajar /Indikator Penilaian /Alokasi waktu / Sumber/bahan/alat

Silabus Format 2

Nama sekolah   : ...........................................
Mata pelajaran : ...........................................
Kelas/semester : ...........................................
Kompetensi Dasar / Materi pokok / Pengalaman Belajar /Indikator Penilaian /Alokasi waktu / Sumber/bahan/alat

2.Langkah-langkah Pengembangan Silabus dalam Perencanaan pembelajaran  Bahasa Indonesia di      SLTP/SLTA

A.Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
   

Ditinjau dari segi tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, pelajaran Bahasa Indonesia ini menekankan pada aspek keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan berbicara, menulis (produktif), mendengarkan, dan membaca (respektif).
   
Penerapan konsep dalam pengajaran bahasa Indonesia menyiratkan bahwa: unsur-unsur bahasa Indonesia, yaitu tata bahasa, kosa kata, ejaan, dan lafal hendaknya disajikan dalam lingkup kebahasaan dan lingkup situasi sehingga makna bahasa yang dimaksud jelas. Lingkup situasi harus mencakup lingkup budaya sasaran dan budaya peserta didik, pembelajaran unsur-unsur bahasa ditujukan untuk mendukung penguasaan dan pengembangan empat keterampilan berbahasa Indonesia yang mencakup mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, dan bukan untuk kepentingan penguasaan unsur-unsur bahasa itu sendiri, dalam proses belajar mengajar, unsur-unsur bahasa yang dianggap sulit bagi peserta didik dapat disajikan terlesap (terintegrasi) secara sistematis sesuai dengan konteks yang dibahas; dalam proses belajar mengajar keempat keterampilan berbahasa pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, keterampilan berbahasa harus dikembangkan secara terpadu.
   
Peserta didik harus dilibatkan dalam semua kegiatan belajar yang bermakna, yaitu kegiatan yang dapat membantu mengembangkan diri peserta didik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, serta mendorong peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang berkeperibadian Indonesia, dan mengembangkan keterampilan berkomunikasi, baik lisan maupun tulis.
   
Standar Isi (SI) mata pelajaran Bahasa Indonesia memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) berbahasa Indonesia yang mencakup empat aspek berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Karena itu, Pengembangan silabus  mata pelajaran Bahasa Indonesia Program Bahasa haruslah memperhatikan hakikat dan fungsi bahasa Indonesia, yaitu: hakikat bahasa dapat dilihat dari dua sudut atau substasnsinya,  pertama unsur bunyi bahasa yang sistematis yang dihasilkan oleh alat ucapa manusia dan kedua segala sesuatu yang dapat dinyatakan oleh manusia yang meliputi pikiran, perasaan, kemauan, kenyataan tentang dunia, peristiwa, serta segala pengalaman dan keperluan manusia dalam kehidupannya. Unsur pertama disebut ekspresi dan unsur kedua disebut isi. Kedua unsur tersebut secara ekstensi dapat dibedakan, tetapi senantiasa dalam kesatuan dipahami sebagai bahasa. fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, baik lisan atau maupun tulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, kemauan, kenyataan tentang dunia, peristiwa, serta segala pengalaman dan keperluan manusia dalam kehidupannya.
   
Berdasarkan pandangan ini, membentuk suatu konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia haruslah lebih menekankan pada fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi daripada sistem bahasa Indonesia. Artinya, sistem bahasa Indonesia (kebahasaan) tidak dibahas secara terpisah, tetapi dilesapkan dalam pembelajaran yang sedang belangsung.
   
Di samping itu, pembelajaran bahasa Indonesia, harus pula mencerminkan keterkaitan antaraspek berbahasa, yaitu mendegar, berbicara, membaca, dan menulis. Keterkaitan antaraspek berbahasa dapat digambarkan sebagai berikut:

Kompetensi kebahasaan dalam pembelajaran, disajikan secara terpadau (terlesap) dengan kompetensi yang lainnya.
   
Dengan demikian, pembelajaran bahasa harus mencakup empat aspek, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Setidak-tidaknya, dalam pembelajaran mengintegrasikan dua aspek berbahasa tersebut. Sedangkan, fungsi tema dalam pembelajaran, bukanlah menjadi suatu tujuan pembelajaran, melainkan sebagai pengikat atau pemayung pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar tertentu. Tema-tema yang dipilih haruslah tema-tema terkini (aktual) yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/madrasah, dan lingkungan peserta didik sehingga dapat diciptakan pembelajaran yang kontekstual dan komunikatif.   
   
Standar kompetensi lulusan (SKL) mata pelajaran bahasa Indonesia memberi penekanan pada keempat aspek berbahasa Indonesia dan setiap aspek tersebut dapat dilihat secara rinci dalam standar SI dalam bentuk SK dan kompetensi KD. Standar kompetensi merupakan hal yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang secara jelas terlihat pada rumusan standar kompetensi. Kemudian standar kompetensi dijabarkan menjadi KD. Diingatkan lagi bahwa standar kompetensi bahasa Indonesia di sekolah (baca SMA), tidak ditekankan pada penguasaan sistem bahasa Indonsia, tetapi pada kemampuan menggunakan bahasa Indonesia secara benar, sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan situasi tutur.
   
Penyusunan silabus mata pelajaran bahasa Indonesia harus memperhatikan hakikat bahasa dan sastra sebagai sarana komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek: medengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek itu merupakan aspek yang terintegrasi dalam pembelajaran walaupun dalam penyajian silabus keempat aspek itu masih dapat dipisahkan.
   
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan BAB V Standar Kompetensi Lulusan Pasal 25 Ayat (3) dijelaskan  bahwa kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa (termasuk Bahasa Indonesia) menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam hal membaca, pada akhir pendidikan di SMP/MTs, peserta didik diharapkan telah membaca sekurang-kurangnya sembilan (9) buku sastra dan tiga (3) buku nonsastra.
   
Pada sisi lain, bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang  menggunakan bahasa sebagai sarana kreativitas. Sementara itu, bahasa dan sastra Indonesia seharusnya diajarkan kepada siswa melalui pendekatan yang  sesuai dengan hakikat dan fungsinya.  Pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan aspek kinerja atau keterampilan berbahasa dan fungsi bahasa adalah pendekatan komunikatif, sedangkan pendekatan pembelajaran sastra yang menekankan apresiasi  sastra adalah pendekatan apresiatif. 
   
Dalam kehidupan sehari-hari, fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berpikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi. Jadi, secara pragmatis bahasa lebih merupakan suatu  bentuk kinerja dan performansi daripada sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa  konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang  sistem bahasa.
   
Sementara itu, sastra adalah satu bentuk sistem tanda karya seni yang menggunakan media bahasa. Sastra ada untuk dibaca, dinikmati, dan dipahami, serta dimanfaatkan, yang antara lain untuk  mengembangkan wawasan kehidupan. Jadi, pembelajaran sastra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat  diapresiasi. Oleh karena itu, pembelajaran sastra haruslah bersifat apresiatif. Sebagai konsekuensinya, pengembangan materi, teknik, tujuan, dan arah pembelajaran sastra haruslah lebih menekankan kegiatan pembelajaran yang bersifat apresiatif.

B.Karakteristik Peserta Didik
   
Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya).
   
Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP/SMA berada pada tahap periode  perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.

1.Perkembangan Aspek Kognitif
   
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berpikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkret, bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia  bahwa belajar akan bermakna apabila input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia akan berhasil apabila penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
   
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berpikir runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan jati diri), (7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain).
   
Ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan bahasa Indonesia, dan akan dapat berkembang pesat apabila dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa Indonesia untuk berlatih mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala kejadian/peristiwa guna membangun konsep bahasa Indonesia.  

2.Perkembangan Aspek Psikomotor
   
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut di antaranya:
a.Tahap kognitif
   
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Hal ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.

b.Tahap asosiatif
   
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis.
   
Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan, tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif.  Karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.

c.Tahap otonomi
   
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan tentang gerakannya.

3.Perkembangan Aspek Afektif
   
Keberhasilan proses pembelajaran bahasa Indonesia juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang implikasinya dalam siswa SMP lebih kurang sebagai berikut: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai.

Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspons, dan apa yang diyakini serta diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua seperti halnya bahasa Indonesia. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku siswa yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
a.Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya      sendiri.
b.Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
c.Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dan    sebagainya.
d.Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
e.Risk-taking, yaitu keberanian mengambil resiko.
f.Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada     perasaan orang lain.

C.Langkah-langkah Penyusunan Silabus
   
Langkah-langkah dalam penyusunan silabus meliputi tahap-tahap antara lain: identifikasi Standar Kompetensi (SK) dan  Kompetensi Dasar (KD), Pemetaan  SK dan KD, penentuan indikator; pengembangan materi pembelajaran, penetapan kegiatan pembelajaran, penetapan jenis penilaian, penentuan alokasi waktu, dan penentuan sumber bahan/ alat. Untuk lebih jelasnya dapat  dibaca uraian berikut:
1.Identifikasi SK dan KD, serta Pemetaan Materi Pembelajaran
   
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi (SI) dengan  memperhatikan hal-hal berikut:
(1)mengurutkan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat    kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada pada    standar isi;
(2)mengaitkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
(3)mengaitkan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

   
Perlunya mengidentifikasi SK dan KD agar pembelajaran yang akan dilakukan dapat berlangsung dengan sistematis, yaitu mengatur SK dan KD yang sesuai dengan keruntutan kompetensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia atau agar pembelajaran dapat berlangsung secara sistematis, bersinambung berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, dan tidak terjadi ketumpangtindihan sehingga pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien. Di samping itu, dapat pula dianalisis keterkitan antara SK dan KD dengan mata pelajaran lain (antarmata pelajaran).
   
Contoh identifikasi SK dan KD yang dapat dikaitkan: Standar Kompetensi: Mendengarkan Memahami berita dan laporan.

2.Kompetensi Dasar: mengevaluasi isi laporan
   
Pembelajarannya dikaitkan dengan:
Standar Kompetensi: Berbicara
Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi  dalam kegiatan diskusi, presentasi bacaan.

2.1Kompetensi Dasar : Menilai isi pembicaraan dalam diskusi (dalam hal    baik-buruk, bermutu-tidak bermutu, dan sebagainya) 
   Pembelajarannya dikaitkan lagi dengan:
   Standar Kompetensi: Menulis
   Mengungkapkan informasi dalam bentuk surat lamaran, laporan, paragraf     persuasi dan argumentatif.

2.2Kompetensi Dasar : Menyusun laporan  diskusi/ seminar

3.Pemetaan SK dan KD

Pembelajaran bahasa Indonesia , tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi (SI). Oleh karena itu, perlu adanya pemetaan SK dan KD.  Pemetaan tersebut sangat bermanfaat bagi guru terutama dalam mengefisienkan waktu dan mengefektifkan pembelajaran karena dapat mencapai dua KD atau lebih dalam satu kegiatan pembelajaran.
   
Pemetaan tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1)Mengelompokkan SK dan KD yang mempunyai materi pembelajaran yang sama.    Hal ini tidak terbatas hanya dalam semester yang sama, tetapi untuk    seluruh tingkat.
(2)Menentukan sistematika penyajian dengan mempertimbangkan tingkat    kemudahan dan kebermanfaatan bagi peserta didik dalam menguasai    kompetensi tertentu.
   
Jadi, sebelum menulis silabus, perlu dilakukan pemetaan untuk menentukan keterkaitan antar- SK atau KD. Kemanfaatan pengindentifikasian SK dan KD adalah untuk menentukan beban belajar diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien.

D.Pengembangan Indikator
   
Kompetensi dasar (KD) dijabarkan menjadi indikator. Indikator adalah sesuatu yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan dan/atau respon yang  dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik dalam pembelajaran. Indikator juga merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional (kata kerja operasional terlampir) yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator dapat pula digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
   
Satu KD dapat dijabarkan menjadi dua, tiga, empat, lima, atau lebih indikator, tetapi jangan terlalu rinci dan terlalu lebar. Indikator dipilih yang dapat mewakili untuk mencapai kompetensi tertentu. Akan tetapi, ada pula KD yang hanya cukup dengan satu indikator. Penjabaran indikator dilakukan secara sistematis sesuai hierarki konsep sehingga mencerminkan tahapan-tahapan perbuatan/tindakan yang dilakukan peserta didik untuk mencapai kompetensi. Artinya, untuk mencapai kompetensi tertentu, peserta didik harus melakukan tindakan-tindakan secara runtut yang tertuang dalam indikator.
Contoh:
Standar Kompetensi: Berbicara
Kompetensi Dasar:
Mengevaluasi isi laporan
Pembelajarannya dikaitkan dengan: Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi  dalam kegiatan diskusi, presentasi bacaan.
   
Untuk mengetahui bahwa peserta didik sudah menguasai kompetensi tersebut, dapat dijabarkan melalui indikator. Indikator yang dijabarkan haruslah sistematis atau melalui tahapan-tahapan yang runtut.
   
Contoh indikator yang disusun secara sistematis, sesuai SK dan KD di atas dengan materi pembelajaran menyampaikan laporan/presentasi laporan,  sebagai berikut:
Peserta didik dapat:
• menentukan delapan pokok isi laporan yang terdiri atas empat opini dan   empat fakta (sebaiknya dicantumkan berapa jumlah  pokok-pokok isi laporan   tersebut yang harus ditemukan peserta didik demikian dapat diukur           ketercapaian atau ketuntasannya.
• merangkum isi laporan ke dalam tiga paragraf (sebaiknya dicantumkan   berapa jumlah paragraf) dengan demikian dapat diukur ketercapaian atau   ketuntasannya.
• menilai kelengkapan isi laporan berdasarkan pembuka, isi, dan penutup   atau mencakup 5W +1H) (sebaiknya dicantumkan kelengkapan tersebut dilihat   dari cakupan isi yang harus ada dalam laporan sehingga dapat diukur   ketercapaian atau ketuntasannya).
• menilai penggunaan bahasa laporan keruntutan penyajian, keefektifan, dan   kelogisan (sebaiknya hal apa yang harus diperhatikan dalam penggunaan   bahasa, dicantumkan dengan jelas sehingga dapat diukur ketercapaian atau   ketuntasannya).
   
Indikator pembelajaran tersebut dalam pembelajaran harus dilaksanakan secara runtut sesuai tahapan yang telah disusun. Artinya, harus ditempuh secara berurutan dalam pembahasan materi pembelajaran sehingga mencapai kompetensi yang ditentukan.

E.Pengembangan Materi Pembelajaran
   

Materi pembelajaran bahasa Indonesia dikembangkan berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dasar dengan memperhatikan potensi peserta didik; kebermanfaatan bagi peserta didik; aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; relevansi dengan kebutuhan peserta didik, sesuai dengan tuntutan lingkungan dan alokasi waktu (yang tersedia).
Contoh
Standar Kompetensi: Berbicara
Kompetensi Dasar: Mengevaluasi isi laporan
Indikator:
• Menentukan pokok-pokok isi laporan
• Merangkum isi berita ke dalam beberapa kalimat
• Menilai kelengkapan isi laporan
• Menilai penggunaan bahasa laporan
   
Penentukan materi pembelajaran dari KD tersebut dengan memilih materi yang dekat dengan lingkungan siswa, yang tersedia di sekolah:
• Indikator pencapaian kompetensi dasar;
• Kebermanfaatan isi laporan bagi peserta didik (karena dapat dikaitkan   dengan mata pelajaran lain, dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, dan   sebagainya);
• Isi laporann sesuai dengan tuntutan lingkungan (misalnya memperkenalkan   budaya, ekonomi, atau agama yang dianut, atau peristiwa aktual faktual);
• Relevansi dengan kebutuhan peserta didik (perlunya diketahui oleh peserta   didik isi laporan tersebut, misalnya karena cerminan dari kehidupan   masyarakat setempat, peristiwa aktual dan faktual);
• Materi teks laporan sesuai dengan kedalaman, dan keluasan materi   pembelajaran yang dibahas (mengacu kepada indikator yang disediakan), dan
• Alokasi waktu yang tersedia.
   
Yang perlu pula diperhatikan dalam menyajikan materi adalah prinsi-prinsip penyajian materi, yaitu dari yang mudah ke yang sulit, dari yang konkret ke yang abstrak, dan dari yang dekat ke yang jauh. Materi yang disajikan pun harus sistematis (penyajian secara runtut), terfokus lengkap (tidak terpotong-potong/tuntas), terpadu (dapat dikaitkan dengan pembelajaran KD berikutnya atau antarmata pelajaran). Untuk itu, materi haruslah mengacu kepada SK, KD, dan Indikator yang sudah ditentukan.
   

F.Penetapan Kegiatan Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran dirancang dari indikator untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan lingkungan, dan peserta didik dengan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Kegiatann pembelajarlan memuat kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikuasai peserta didik.      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

(1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para     pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran     secara profesional;
(2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan     oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar;
(3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki     konsep materi pembelajaran;
(4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua     unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta     didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi;
(5) Pengalaman belajar mencerminkan perpaduan aspek berbahasa sekurang-    kurangnya perpaduan dua aspek berbahasa.
   
Kegiatan pembelajaran dirancang berdasarkan indikator pencapaian kompetensi. Penetapan kegiatan pembelajaran harus memperhatikan hal-hal seperti berikut:
(1) Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia melibatkan empat aspek berbahasa     atau sekurang-kurangnya dua aspek berbahasa. Misalnya, kegiatan     pembelajaran mendengarkan isi laporan (KD 1.2), kegiatan pembelajaran     tersebut bukan hanya mendengarkan, tetapi dapat diikuti dengan kegiatan     menulis dan berbicara. Kegiatan menulis dan berbicara merupakan proses     untuk mencapai kompetensi mendengarkan.
(2) Jika KD 1.2 (mendengarkan isi laporan) dan KD 2.1 (melaksanakan diskusi     masalah pokok-pokok pembicaraan) menjadi satu dalam kegiatan      pembelajaran, kompetensi yang dicapai adalah mendengarkan dan     berbicara. Kegiatan pembelajaran KD 1.2 dapat berupa penugasan     terstruktur, Hasil dari penugasan tersebut dilanjutkan dengan kegiatan     pembelajaran KD 2.1 yang berupa tatap muka. KD 4.2, yaitu setelah     pembelajaran berlangsung KD 2.1, dapat dilanjutkan dengan kegiatan     mandiri tidak terstruktur, menyusun laporan diskusi, melengkapi laporan     dengan lampiran (makalah pembicara, notulen, dan daftar hadir peserta),     dan menyimpulkan hasil laporan diskusi.
    Catatan:
   
Beban belajar diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dengan sistem :
-     tatap muka (TM)
-     penugasan terstruktur (PT)
-     kegiatan mandiri tidak terstruktur (KMTT)
TM     :     Kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik
PT     :     Kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi  utk siswa, dirancang guru untuk mencapai kompetensi waktu penyelesaian penugasan ditentukan oleh guru
KMTT    :     Kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi  untuk siswa, dirancang guru untuk mencapai kompetensi waktu penyelesaian penugasan ditentukan oleh siswa.

G.Penetapan Jenis Penilaian
   
Penilaian pencapaian Kompetensi Dasar peserta didik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dilakukan mengacu kepada standar kompetensi dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Artinya, fokus penilaian harus mengacu kepada kompetensi tersebut.
Contoh:
   
Kompetensi dasar mendengarkan laporan, penilaian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik  dalam mendengarkan laporan tentang sesuatu sesuai dengan materi pembelajaran yang berlangsung. Akan tetapi, bila memungkinkan boleh dilakukan penilaian untuk kompetensi lain. Pembelajaran mendengarkan tersebut dapat pula dilakukan untuk:
• Penilaian menulis dengan indikator menuliskan kembali rangkuman isi   laporan yang didengarnya. Penilaian yang dilakukan untuk mengukur   kemampuan peserta didik dalam menulis dan berupa tes tertulis berbentuk   uraian.
• Penilaian kebahasaan dengan indikator menuliskan rangkuman isi laporan   dikaitkan dengan materi kebahasaan tertentu (misanya: penggunaan ejaan,   kata penghubung, frasa, atau klausa). Penilaian yang dilakukan untuk   mengukur kemampuan peserta didik dalam menulis dan berupa tes tertulis   berbentuk uraian.
• Penilaian membaca dengan indikator membacakan rangkuman isi laporan yang   ditulisnya.  Penilaian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta   didik dalam membaca dan berupa notes berbentuk pengamatan.
• Penilaian berbicara dengan indikator menanggapi isi laporan yang   dibacakan peserta didik (temannya). Penilaian yang dilakukan untuk   mengukur kemampuan peserta didik dalam berbicara dan berupa notes   berbentuk pengamatan.
   
Untuk menetapkan penilaian yang dilakukan dalam satu pembelajaran, haruslah dirancang sedemikian rupa dalam indikator pembelajaran. Karena suatu penilaian yang dilakukan, mengacu kepada indikator pembelajaran tersebut. Dengan demikian:
(1) Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan     berdasarkan indikator. Penilaian dengan menggunakan  tes dan non tes     dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran     sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk,     penggunaan portofolio, dan penilain diri.
(2) Setiap KD dan Indikator sudah mencerminkan alat penilaian yang akan     digunakan.
(3) Indikator dari satu KD dapat juga sebagai alat ukur bagi KD lain     terutama pada penilaian berbasis kelas.

H. Penentuan Alokasi Waktu
   
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik (yang beragam tingkat  kemampuannya).
   
Penentuan alokasi waktu yang terencana pada setiap KD yang dijabarkan dalam indikator, diharapkan sebagai acuan tercapainya ketuntasan dalam waktu yang ditentukan dalam seluruh materi pembelajaran.
   
Contoh langkah-langkah penentuan alokasi waktu:
(1) Menghitung jumlah minggu efektif per semester, misalnya 18 mingu:
(2) Jumlah jam per minggu = 4 jam;
(3) Jumlah jam keseluruhan per semester  18 x 4 = 72
(4) Jumlah KD kelas XI semester I = 14 KD;
(5) Alokasi waktu tiap KD rata-rata, 72 : 14 = 5,14 jam.
(6) Akan tetapi, alokasi tiap KD tidak sama karena sangat bergantung            pada keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan     kompetensi dasar.
   
Contoh1:

Kompetensi Dasar:
Menguraikan topik cerita yang didengar atau dibaca dengan indikator:
• menentukan topik cerita yang dibaca/didengar;
• menyusun kerangka cerita berdasarkan topik yang ada (ditemukan);
• membuat kerangka cerita;
• mengembangkan cerita dengan bahasa sendiri;
• membacakan cerita yang didengarkan.
   
Penyajian materi KD tersebut dapat diselesaikan dengan 6 jam pelajaran karena dilihat dari keluasan materi dan kepentingan materi karena peserta didik mendengarkan dulu sebuah cerita, lalu membuat kerangka cerita, dan membacakan cerita.

Contoh 2:

Kompetensi Dasar:

Menulis surat lamaran pekerjaan berdasarkan struktur bahasa dan ejaan dengan indikator:
• Mengenali dan menentukan struktur surat lamaran pekerjaan   
• Menyempurnakan surat lamaran  pekerjaan berdasarkan iklan dengan   memperhatikan struktur, bahasa, diksi, dan EyD
• Menyempurnakan kekurangan surat lamaran dari segi struktur, diksi,   bahasa, dan EyD
   
Penyajian pembelajaran materi KD tersebut, cukup 2 jam pelajaran karena materi terkategori tidak luas dan pembahasannya tidak mendalam.

I. Menentukan Sumber Bahan/Alat
   
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.     Penentuan sumber belajar didasari oleh standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Memilih sumber belajar hendaknya yang benar-benar tersedia di sekolah atau di lingkungan peserta didik. Bila mencantumkan buku, cantumkanlah buku pegangan yang digunakan peserta didik dan guru. Bila dapat menggunakan fasilitas internet, dicantukan sebagai sumber. Dengan demikian, penggunaan sumber dan alat pembelajaran, benar-benar yang tersedia dan dapat digunakan sesuai sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran.

Kompetensi Dasar:Meyusun paragraf   argumentatif untuk berbagai  keperluan dengan indikator:
• Menentukan ciri-ciri paragraf argumentatif;
• Menentukan topik yang terdapat dalam paragraf  argumentatif;
• menyusun kerangka paragraf argumentatif;
• Menyusun paragraf  argumentatif sesuai dengan tujuan/keperluan.
   
Peserta didik sebelum pembelajaran melakukan observasi di lingkungan sekolah. Misalnya, mengamati taman, laboratorium, atau perpustakaan. Berdasarkan pengamatan tersebut, peserta didik dapat  berargumentasi tentang manfaat hal yang diamatinya melalui tulisan. Hal ini termasuk sumber belajar memanfaatkan lingkungan di sekitar peserta didik atau sekolah.






   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model Membaca Atas-Bawah, Bawah Atas, dan Timbal Balik

Tokoh dan Penokohan

Peranan Kurikulum dan Materi Ajar